Kepemimpinan, Peristiwa dan Respons

Pict source: Pixabay

Hidup bukan ditentukan oleh peristiwa yang datang, tetapi oleh bagaimana kita merespons peristiwa itu.

Begitulah setidaknya yang saya pelajari dari pengalaman. Ijinkan saya bercerita.

Awal tahun 2014, saya memulai perjalanan karir dengan bergabung ke perusahaan. Sebagai lulusan kampus ternama dan punya gelar Sarjana Teknik yang mentereng, IPK yang lumayan, serta pengalaman organisasi sana-sini, saya membayangkan akan langsung mendapatkan tugas yang menantang. Dengan kompetensi dan pengalaman yang saya punya, saya merasa siap.

Namun kenyataannya berbeda. Seakan semua itu tidak ada artinya, saya justru mendapat tugas “menantang” seperti mengetik surat, merapikan dan memfotokopi dokumen, mengantarkannya ke bagian terkait, hingga mengarsipkan. Beberapa kali saya bahkan ditugasi membeli dan membawakan oleh-oleh untuk tamu. Tentu rasanya frustrasi. Saat itu saya merasa kurang bermakna, bahkan merasa salah tempat. Selama enam bulan pertama, saya jalani sambil mengutuk keadaan.

Sampai akhirnya saya menyadari sesuatu: pilihan saya terbatas. Saya butuh pekerjaan, saya butuh penghasilan. Dan mencari pekerjaan baru tidak semudah itu bagi seorang lulusan baru. Maka meski pekerjaan itu terasa kurang cocok, saya memilih untuk melakukannya dengan cara yang sedikit berbeda.

Saya mulai bekerja lebih cepat, lebih teliti, dan lebih kreatif. Dokumen tebal yang diminta difotokopi saya lengkapi dengan cover, pembatas, dan daftar isi sehingga lebih rapi dan terstruktur. Sebagian dokumen saya arsipkan dengan sistem penamaan tertentu. Surat yang didikte untuk saya ketik, saya susun dengan kalimat yang lebih baik, tepat sasaran, sesuai konteks. Hasilnya, banyak orang merasa terbantu.

Perlahan, kepercayaan pun mulai datang. Saya mendapat kesempatan bertemu dan belajar dari banyak orang, baik di dalam tim, lintas bagian, bahkan di luar perusahaan. Dari dokumen-dokumen yang saya pegang dan interaksi dengan rekan kerja, saya mulai memahami bagaimana perusahaan bekerja memperoleh keuntungan. Dari proses pemasaran, produksi, hingga laporan keuangan. Ternyata tugas yang awalnya saya anggap sepele justru membuka pintu kesempatan lain. Saya terbiasa melihat gambaran besar, membaca pola, dan memahami konteks perusahaan secara lebih holistik.

Dari situlah kesempatan demi kesempatan terbuka. Hingga akhirnya saya mendapat tanggung jawab di level manajerial: merancang sistem, memimpin tim, mengelola sumber daya, dan menapaki perjalanan karier saya hingga hari ini.

Sekitar tahun 2016, saya membaca Stephen Covey, tepatnya buku The 8th Habit. Benar, saya justru menemukan edisi itu lebih dulu sebelum The 7 Habits of Highly Effective People. Saya tergugah. Rasanya seperti menyiram bensin ke api. Semangat membara. Pengalaman saya menemukan maknanya di sana, terutama ketika Covey menekankan pentingnya menjadi proaktif bahwa kita selalu punya pilihan untuk merespons peristiwa.

Di antara peristiwa dan respons, selalu ada ruang. Ruang inilah yang sangat menentukan arah hidup kita.

Saya tidak dapat membayangkan bila saat awal karier dulu saya terus mengutuk keadaan dan membiarkan frustrasi berlarut. Apakah perjalanan saya akan tetap berjalan baik hingga sekarang? Itulah yang belakangan saya pahami sebagai sikap reaktif, lawan dari sikap proaktif.

Peristiwa bisa datang begitu saja, sering kali di luar kendali. Bukankah sebaiknya fokus kita adalah pada bagaimana kita meresponsnya?

Respons kitalah yang menentukan keunggulan kita. Saya rasa kepemimpinan pada dasarnya adalah tentang itu. Pola pikir, sikap, dan kemampuan untuk memilih secara sadar. Tidak menggantungkan diri pada hal-hal di luar diri. Sebaliknya, mampu memahami diri dengan baik untuk memilih sikap dan keputusan yang paling tepat.

Kemampuan menentukan respons ini sepertinya kemampuan mendasar seorang pemimpin. Sifatnya mutlak, fundamental, dan inilah yang membedakan pemimpin dari bukan pemimpin. Inilah alasan kenapa perlunya keberadaan sosok pemimpin. Pun misalnya ada “pemimpin” yang lebih sering justru bersikap reaktif, maka kemungkinan ia tidak sedang memimpin, bila tidak mau dikatakan gagal dalam memimpin.

Begitu banyak peristiwa tak terduga hadir setiap hari: target yang meleset, klien yang marah, rekan kerja yang sulit, pekerjaan yang membosankan atau cuaca yang kurang mendukung. Semua itu sering kali berada di luar kendali kita.

Namun balik lagi. Di antara peristiwa dan respons, selalu ada ruang. Ruang inilah yang menentukan arahnya. Ruang kebebasan untuk memilih. Apa pilihan kita?

Made Bhela Sanji Buana

Artikel #1 dalam #MenjadiPemimpin. Ditulis pada September 4, 2025.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Menulis #MenjadiPemimpin

Menulis Lagi