Saturday, February 1, 2014

Bunga dari Tika

Tika memang ada-ada saja


Tika tahu banget gimana cara saya bersenang-senang. Gimana cara menyenangkan saya. Tika memang begitu. Suka sekali memberi kejutan kepada orang terdekatnya. Makanya, banyak orang yang menyayanginya. Ini bunga spesial dari Tika untuk saya. Sumber dari blognya ini. Apa tulisan ini berlebihan? Mungkin saja. Tapi setidaknya dia tahu betul apa yang saya pikirkan dan lakukan selama ini. Thanks, Tik!




Untuk kamu yang terlalu biasa


Ini sebuah hadiah, tulisan yang akan menyiratkan perjuangan seorang perantau. Dimana sekitar lima jam yang lalu akhirnya ia melepas status penganggurannya. Selamat ya.


Ya, dia Made Bhela Sanji Buana.



Seorang yang paling happening di hidupku setahun lebih ini. Seorang yang tidak pernah lepas dari benakku dan semua lalu lalang pikiranku setahun lebih. Bukan karena cinta, tapi karena inspirasi dan pembelajaran hidup yang kami retaskan bersama.


Hari ini tepat tanggal 22 Januari 2014, Tuhan mengabulkan doanya. Doa yang selama ini menjadi kegelisahan sekaligus balas dendam pembuktian akan keputusannya merantau sekitar empat tahun yang lalu. Keputusan yang tidak biasa di keluarganya, yang jauh dari pemikiran akan perjuangan merantau. Yang mungkin tidak seperti kebanyakan mahasiswa lainnya. Aku tahu benar bagaimana ia meyakinkan kedua orangtuanya bahwa keinginannya merantau adalah suatu hal yang akan membuahkan hasil di masa depan nanti, yang akan mengangkat dan melambungkan nama keluarganya di Kampung Jembrana. 


Ia berbeda dari mahasiswa-mahasiswa maupun teman-teman lain yang aku kenal. Bukan kerena ia sangat pintar, sangat tampan, sangat berprestasi, sangat hebat, sangat berdedikasi. Tapi karena dia apa adanya. Ya ia adalah seseorang yang apa adanya.

9 Juli 2012 adalah tanggal dimana aku mulai memberi perhatian terhadapnya. Mengamati setiap cara bicaranya, mendengar cerita-ceritanya yang mungkin tidak dimengerti oleh beberapa orang karena terlalu menggebu, terdengar berlebihan atau aneh. Tapi entah mengapa energi itu masuk ke frekuensi semangatku. Seakan aku merasakan bahwa aku mampu menerima sinyal itu. Aku mampu merespon apa maksudnya. Sehingga akhirnya kami banyak bercerita sampai hari, bulan bahkan tahun berlalu aku semakin yakin bahwa ia bukan orang yang biasa, bahkan ia terlalu biasa karena ia apa adanya.


Aku tahu bahkan orang yang paling tahu bagaimana perjuangannya selama empat tahun merantau di Yogyakarta, Bahkan orangtuanya baru menyambangi ketika ia melepas status mahasiswa menjadi sarjana. Ia adalah seseorang yang sangat mencintai keluarganya. Melayani keluarganya dengan sepenuh hati. Menyamankan keluarganya, terutama ibundanya. Ibuk. Ia memanggilnya ibuk dengan aksen k dibelakangnya. Ia akan menjadi orang yang terakhir tidur dan tersenyum diantara nyenyak tidur keluarganya. Ia adalah orang yang menangis melihat Bapak mulai sakit. Adakah pemuda seperti itu kawan? :")


Empat tahun di tanah rantau Yogyakarta dihabiskan untuk menelan semua pelajaran. Mulai dari kuliah, organisasi dan pencalonan senat kampus. Dimana semua ini merupakan hal tabu dibandingkan mahasiswa dari daerah asalnya, yaitu Bali. Ia melawan kenyamanannya untuk berteman dengan semua kalangan suku dan agama. Menelan pembelajaran dari segala penjuru. Menikmati benar hidup menjadi minoritas ditengah-tengah riuh keramaian dan pengalaman. Ia berjuang. Berjuang untuk mencintai dirinya, keluarganya dan Tuhannya di jalannya. Jalannya yang tidak bisa banyak dimengerti orang lain. Ia mampu menjalani ini semua.


Ia adalah pejuang. Pejuang yang mengakui kekurangannya untuk belajar dan mengubahnya menjadi kebaikan. Kebaikan yang berguna untuk dirinya dan orang disekelilingnya. Orang-orang yang dicintainya. Ia selalu memberikan yang terbaik dan maksimal untuk siapapun yang baik maupun yang tidak. Musuhnya adalah temannya.


Ia adalah pencinta moment. Sama sepertiku. Kami bisa tiba-tiba mellow untuk mengenang sesuatu. Mengenang dan terus mengenang hingga sulit melepasnya, hanya saja dia lebih baik dalam memanajemen hatinya daripada aku. Kami berjalan seirama untuk hal ini. Selalu seirama karena musik adalah jiwanya. Musik adalah bass dalam hidupnya yang menyempurnakan segala cerita. Cerita awal hingga akhir sampai akhirnya hari ini mengawali perjuangan selanjutnya.


Hari ini aku harus kehilangan partner pengangguranku. Hari ini saingan terberatku memenangkan perjuangan lebih dahulu. Hari ini ia melepas status penganggurannya. Karena hari ini ia resmi menjadi salah satu pegawai di Hutama Karya.


Entah apa yang harus aku katakan.

Aku hanya bersyukur. Aku hanya menangis haru. Menangis diatas garis kebahagiaan. Ini salah satu prestasiku. Bisa mengantarnya ke gerbang impiannya. Menjadi saksi dari salah satu kebahagiaan dari hidupnya. Merasakan irama dan adrenaline tidak percaya. Menjadi saksi dari caranya meraih impian. Doaku terkabul, doa kami terwujud.


Aku paham sekali bagaimana ia merayakan kebahagiannya. Tersenyum. Masih dengan apa adanya. Masih dengan menggebu-gebu. Bahkan aku bisa merasakan degup jantungnya pukul 06.15 sore tadi via telepon. Sosok apa adanya masih pekat disana. Tetiba aku merindukannya. Merindukan tawanya yang sangat menyenangkan.


Tidak ada yang bisa aku katakan selain kata Selamat.

Akhirnya keputusan merantaumu lima tahun lalu terjawab di hari ini. Di hari yang tidak biasa untuk orang yang terlalu biasa, kamu yang apa adanya.


Selamat.

Terimakasih masih menahanku untuk terus disampingmu.

Giliranku, aku akan berjuang untuk membuktikan bahwa apa yang kamu ajarkan kepadaku selama ini berguna. Bahwa kamu benar-benar menginspirasiku. Aku akan belajar bagaimana menjadi orang baik.

Untuk kamu yang aku kagumi. Tunjukkan pada mereka yang pernah meragukanmu. Yang menertawakan sikap diammu.


Selamat. Selamat, gus :)


No comments:

Post a Comment