Sebetulnya saya jengah melihat berita di beberapa media mengenai penggerebekan 'brutal' di beberapa tempat terhadap warung makan yang buka pada siang hari di bulan puasa. Sejatinya saya penasaran, ada apa dengan warung makan, ada apa dengan umat yang sedang beribadah puasa. Di bulan yang penuh berkah ini tentu hal-hal berbau kekerasan nan brutal tidak apik untuk dipertunjukkan. Bahkan harusnya setiap hari. Tapi kalo pesimis, setidaknya minimal pada bulan ini saja lah. Pedagang makanan kan juga berhak melanjutkan hidupnya dengan berdagang, mengumpulkan pundi-pundi untuk memenuhi kebutuhannya, bahkan mencari rejeki untuk kebutuhan di hari raya. Dan lagi, kok saya pikir mustahil ya, orang yang khusuk berpuasa yang notabene sudah terbiasa beribadah puasa dari tahun ke tahun masih terganggu (tidak tahan nafsu makan) dengan sekedar hidangan warung makan atau pemandangan orang yang makan dengan lahap di depannya. Sesederhana gobloknya saya berpikir, berdagang ya berdagang, beribadah ya beribadah, berpuasa ya berpuasa. Bukan acak-acak warung makan orang.
Begitu seterusnya yang kemudian bila cerita ini dipercepat akan menghasilkan kalimat tanya :
Gimana sih rasanya puasa?
Demi menjunjung tinggi toleransi, dan sekaligus menjawab rasa penasaran saya yang ditakutkan tidak berujung. Saya memutuskan untuk ikut berpuasa. Tidak karena ibadah, bukan karena kesehatan. Saya berpuasa cuma semata-mata ingin merasakan menjadi orang yang berpuasa. Mungkin salah satu cara saya untuk menemukan cara bertoleransi yang benar. Biarpun hanya satu hari saja, saya hanya ingin merasakan atmosfer bulan penuh berkah ini dan menguji nyali ketahanan nafsu makan saya (yang belakangan sulit sekali dikontrol). Perut membuncit, makan-tidur-makan-tidur terus akibat pola mahasiswa stress skripsi.
Persis, dari sahur sampai waktu berbuka puasa. Pada hari kamis kemarin (17 Juli 2013) saya benar-benar berpuasa. Disaat anak-anak kos rame-rame turun jalan untuk mencari sahur, saya ikut makan di warung padang kesayangan. Dengan porsi yang sedikit agak lebih banyak dari biasanya. Dan tidak lupa, teh anget. Ini saran dari sahabat. Bahwa kalo sahur itu mestinya minum teh anget biar puasa seharian kuat. Terus saya bertanya perihal jam berapa batas makan terakhir pada saat sahur. Saya ikuti. Teng teng kemudian imsak berbunyi. Waktu minum dan makan berhenti.