[caption id="attachment_1030" align="alignright" width="221"]

Karena pada dasarnya, kami adalah sekumpulan mahasiswa tingkat akhir yang tidak bisa diam, lagi-lagi dengan kurang ajar kami membuat film pendek yang super amatiran setelah Love Language (Indonesia remake) dan Film Pendek - TANPA SUARA yang "berhasil" mendapat respon positif dan negatif. Terlihat dari views youtube yang lebih dari 500 views . Lebih dari cukup untuk kami merasakan orgasme dari apresiasi hasil kerja keras kami dengan alat dan skill yang luar biasa terbatas. Terimakasih buat temen2 yg akhirnya rela nonton (pun karena dipaksa).Bukannya lagi seloww atau sedang tidak ada kerjaan. Justru, disela-sela padatnya aktivitas skripsian, kami ketagihan untuk menikmati proses kreatif pembuatan film. Serius, berkesenian dan berkreativitas itu selalu nikmat dan bikin ketagihan. Sedikit demi sedikit, yang penting bagi kami adalah bendungan kreatifitas ini jangan sampai mengendap. Pokoknya proses "nyeni" ini biarkan saja mengalir. Seperti air. Air seni gitu.
Kawan saya Lanang yang biasanya jadi director dalam project sebelumnya, kali ini saya daulat main sebagai talentnya. Bukan karena aktingnya bagus, tapi karena kami sedang krisis talent pria, terlebih lagi talent yang ganteng. Selain itu, memang pertimbangannya agar Lanang fokus di akting. Walaupun akhirnya lanang juga berperan ganda sebagai pengarah kamera, sekaligus crew.
Posisi director terpaksa saya ambil, demi jalannya ide ini. Ide yang kurang ajar dan mengganggu aktivitas penulisan skripsi. Sebesar-besarnya terimakasih kepada Putri Tika, yang sudah ikut riweuh sebagai wardrobe, tata rias, kameramen, asst. "pribadi" saya dan pengarah gaya. Matur nuhun juga buat pinjeman kameranya, Tik :)
Film ini dimeriahkan juga oleh cewe cantik Ayu Velika dan Dini Arista sebagai pemain wanita (di Film Pendek - TANPA SUARA Dini sebagai cewe yang bisu itu). Semoga berhasil membuat meriah film ini --mampu menutupi akting lanang yang pas-pasan :) --.
Project film ini serba dadakan. Pembuatan konsep cerita dan storyboard total cuma 2 hari. Sangat tidak disarankan buat temen-temen yang mulai buat film. Kenapa dadakan? Ya, kesibukan kami masing-masing lah yang menjadikan proses shoting dibuat sesederhana mungkin. Kewajiban kuliah dan kebutuhan untuk berkreasi memang mengharuskan kami pandai-pandai mengatur waktu.
Puncak keriweuhan adalah ketika kameramen kami Agus Setiawan yang biasanya ikut dalam project sebelumnya mendadak sakit, ketika hari H shoting. Crew kami Dony juga sedang sakit. Otomatis sekarang kami juga krisis crew produksi. Setelah krisis talent, lalu krisis crew, namun baiknya, kami tidak krisis kepercayaan diri juga.
Oleh karena itu, yasudahlah sambil coret-coret storyboard, saya juga sekaligus nenteng kamera kemana-mana. Bikin pusing. Jadi director sekaligus kameramen sekaligus crew itu bukan pekerjaan yg mudah ternyata. Pekerjaan gila. Sekali lagi, untung ada mbak Putri Tika yang sudah membantu saya dalam banyak hal.
Proses shoting film ini sudah beres dan sekarang sedang proses editing. Paling lambat minggu depan sudah kita rilis. Temanya masih seputaran cinta-cintaan. Tema klasik dan semoga tidak basi.
Sekali lagi, kami akan membuktikan bahwa keterbatasan skill, waktu dan alat bukan halangan untuk berkreatifitas! Salam kreatif.
Saya dapet bayaran berapa, Pak Sutradara?
ReplyDelete[...] untuk membaca postingan saya sebelumnya mengenai pengalaman pertama saya menjadi (sok) sutradara di Director-Wannabe, film berikut ini merupakan hasil [...]
ReplyDelete