Tuesday, January 15, 2013

Pria Tidak Selalu Diatas

Bertambah lagi, seorang publik figur sejenis Aceng Fikri. Kali ini bernama Daming Sanusi yang merupakan salah satu dari 12 calon Hakim Agung. Kemarin 14 Januari 2012, ketika pemeriksaan fit and proper test di DPR, calon Hakim Agung ini mengeluarkan pernyataan yang kontroversial dan lumayan kurang ajar terkait dengan pertanyaan yang diajukan anggota Komisi Hukum mengenai hukuman mati bagi pemerkosa.



Pemerkosa tidak perlu dihukum mati, toh juga yang memerkosa dan diperkosa sama-sama menikmati kok

[caption id="attachment_729" align="aligncenter" width="380"]Muhammad Daming Sanusi. TEMPO/Imam Sukamto Muhammad Daming Sanusi. TEMPO/Imam Sukamto[/caption]

Daming Sanusi merupakan salah satu nama yang diajukan untuk menjadi Hakim Agung oleh Komisi Yudisial. Ia berucap sebuah pernyataan yang tak sepantasnya diucapkan seorang publik figur, apalagi orang ini adalah calon Hakim Agung yang notabene akan menjadi "wakil Tuhan" dalam penegakan hukum negeri ini.


Entah sengaja atau tidak sengaja mengucapkan pernyataan diatas, beliau akhirnya berdalih bahwa pernyataan tersebut hanya untuk mencairkan suasana agar tidak kaku. Tapi semua sudah terjadi. Daming telah menambah deretan panjang dari potret buruk publik figur yang tertangkap oleh media. Masyarakat seakan dipermainkan. Etika sebagai orang Indonesia yang sopan santun dalam berbicara tidak dihiraukan. Kita kecewa! Bayangkan saja, Pak! Jika yang diperkosa itu merupakan anak bapak sendiri, apa bapak masih bisa berkata demikian?


Mungkin kasus Daming Sanusi ini salah satu dari sekian banyak kasus yang terkait dengan pelecehan terhadap kaum wanita, seperti kekerasan dalam rumah tangga, pelecehan seks, kawin cerai dan jenis praktek "bejat" lainnya oleh pria. Memang sih kasus Daming tak separah itu, ini hanya masalah ketidaksopanan beliau memberikan pernyataan seperti itu di ranah umum. Namun saya yakin, seluruh wanita di Indonesia ini gusar setelah mendengar pernyataan yang terlontar langsung dari mulut Daming. Terlepas dari itu hanya sebagai pencair suasana, atau malah sengaja mencari kontroversi. Daming seakan-akan memperlakukan wanita sebagai kaum yang lemah dan pantas untuk diolok-olok. Wanita bukan sosok yang tepat untuk dijadikan bercandaan. Pemerkosaan itu bukan sesuatu yang bisa mengundang gelak tawa.



Rape is NOT a joke. Rape is NEVER a joke

Pola patriarki dimana unsur pria yang lebih dominan menguasai wanita sering dijadikan alasan seorang pria untuk mengungkung kebebasan seorang wanita. Memperistri sebanyak-banyaknya wanita menjadi sebuah trend. Menikahlah denganku dan kau akan ku bahagiakan, wahai wanita! Saya ragu, apakah ini memang keinginan pria tersebut untuk mensejahterakan seorang wanita atas nama cinta yang tulus ataukah hanya nafsu belaka yang ujung-ujungnya hanya kenikmatan -sesaat- di kasur?


Saya rasa ada yang janggal dalam kondisi seperti itu. Hak-hak feminis seorang wanita seakan dibatasi. Apapun yang diinginkan oleh suami harus dilakukan oleh istri, bahkan tidak peduli kondisi istri pada saat itu. Kan tidak fair dong. Pria bukan orang hebat yang selalu bisa melakukan apapun terhadap wanita dan wanita bukan makhluk lemah yang selalu ditindas.


Menjadi pria adalah tentang bagaimana melindungi seorang wanita. Seorang pria yang terlahir sebagai sosok yang lebih kuat, seharusnya bukan dipakai untuk mengalahkan wanita. Wanita bukan musuh kita. Belaian kasih sayanglah yang menyungging senyuman indah dari sosok itu. Ya, berbicara wanita, berbicara keindahan :)

2 comments: