Biarkan saya berandai-andai menjadi ketua KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi), seorang pemimpin pasukan dalam perang melawan gerombolan koruptor –yang konon mempunyai pasukan yang kuat, solid dan bertaburan uang. Ketua KPK merupakan sebuah profesi yang menjadi target utama dari “tembakan” musuh dan katanya banyak “godaan”. Tentu kita banyak belajar dari pengalaman kasus Bapak Antasari Azhar sebagai mantan ketua KPK yang dinonaktifkan karena terjebak dalam kasus pembunuhan –entahlah, kasus ini masih simpang siur antara fakta atau konspirasi?.
Sebagai ketua KPK, saya akan berusaha melakukan langkah inovatif yang sederhana dalam membebaskan Indonesia dari belenggu korupsi. Secara umum dijabarkan sebagai berikut:
1. Dimulai dari diri sendiri dan keluarga
Sebelum menyatakan diri secara tegas untuk perang melawan korupsi, seharusnya terlebih dahulu menjamin diri dan keluarga terbebas dari perilaku korupsi. Hal ini sangat penting, karena sangat kurang ajar rasanya jika berkoar-koar memberantas korupsi, namun pada akhirnya terlibat juga dalam kasus korupsi.
2. Menumbuhkembangkan Perilaku Anti Korupsi (PAK)
Memupuk rasa cinta tanah air dan anti korupsi dalam dunia pendidikan dengan melakukan penambahan mata pelajaran PAK dalam kurikulum SD, SMP dan SMA dan mata kuliah wajib PAK bagi mahasiswa. Dalam dunia kerja, PAK juga dijadikan indikator penting dalam menentukan profesi, misalnya ditandai dengan sertifikat PAK untuk persyaratan diterima atau tidaknya pelamar dalam profesi yang diinginkan. Sosialisasi PAK juga dilakukan secara masif kepada masyarakat, baik yang tinggal di kota maupun di desa.
3. Dengan pendekatan art-culture based dalam memberantas korupsi
Bergabung bersama para seniman untuk sama-sama memberantas korupsi di negeri dengan melakukan aksi seni dan budaya. Sering mengadakan acara kesenian dan kebudayaan yang sarat akan nilai luhur ke-Nusantara-an dan mengajarkan bagaimana hidup harmonis Gemah Ripah Loh Jinawi sesuai dengan karakter bangsa Indonesia.
Iklan, reklame dan kampanye tentang anti korupsi semakin digalakkan, bisa juga dengan memanfaatkan sosial media yang lagi trend di kalangan masyarakat. Dengan pendekatan art-culture based seperti ini, diharapkan bisa langsung mengajak seluruh lapisan masyarakat untuk mengepalkan tangan bersama melawan korupsi.
4. Membuat Pos Pemberantasan Korupsi (PPK)
PPK digunakan sebagai sarana pelayanan pengaduan korupsi berbasis 24 jam. Pos ini dibangun di setiap sudut kota dalam lingkup kecamatan. Hal ini dilakukan untuk mendekatkan dan mengoptimalkan pengawasan korupsi di daerah. Siapapun dan kapanpun masyarakat bisa melaporkan jika terjadi kasus yang dicurigai sebagai tindak korupsi. Dari kasus “kecil” sampai yang “besar” semua dilayani tanpa pandang bulu. Kasus yang diterima langsung diproses dan dikawal secara cepat sesuai prosedur yang berlaku.
5. Membuat Museum Pemberantasan Korupsi (MPK)
Museum ini merupakan tempat untuk memamerkan wajah para pelaku korupsi di hadapan publik. Dipermalukan dan dikucilkan oleh masyarakat merupakan konsekuensi yang sekiranya adil diterima oleh para penjahat sekelas koruptor. Dengan hukuman seperti ini diharapkan menimbulkan efek jera bagi koruptor. Selain itu, museum ini juga dibuat sebagai pusat informasi tentang semua hal yang terkait dengan korupsi. Sehingga, MPK yang dibangun selayaknya kebun binatang ini, diharapkan bisa menjadi sarana rekreasi (wisata korupsi?) dan edukasi bagi masyarakat.
Pada akhirnya, menyelesaikan permasalahan korupsi itu ibarat mengurai benang sekusut-kusutnya. Sulit, namun belum tentu tidak bisa. Dengan semangat persatuan dan kesatuan seluruh masyarakat Indonesia, saya yakin penyakit korupsi ini bisa diselesaikan dan bangsa kita berangsur-angsur pulih dari keterpurukan. Oleh karena itu, saya akhiri tulisan ini dengan mengajak teman-teman generasi muda dan seluruh masyarakat Indonesia untuk mari kita kepalkan tangan ke atas dan berteriak: BERPERANG MELAWAN KORUPSI!
http://lombablogkpk.tempo.co/index/tanggal/744/Made%20Bhela%20Sanji%20Buana.html
No comments:
Post a Comment